Direktur Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Muhammad Tambrin, Kalimantan Selatan, meminta calon Calhaj menunggu keputusan final besaran iuran haji 2023.
Tambrin dikonfirmasi di Banjarmasin, Sabtu, memang ada rancangan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji atau Bipih Tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi, yakni sebesar Rp69.193.733 per orang.
“Ini masih rancangan, pak Menteri Agama akan membahasnya lagi dengan DPR RI, di Komisi 8,” kata Tambrin.
Dia optimis keputusan yang akan diambil Kementerian Agama dengan restu DPR RI sudah sesuai perhitungan yang cermat dan untuk meningkatkan pelayanan haji.
Sebagaimana penyelenggaraan haji daerah, kata Tambrin, pihaknya saat ini berupaya semaksimal mungkin pula menyiapkan operasional keberangkatan haji Tahun 2023 di Embarkasi Banjarmasin.
“Kita siapkan asrama haji, sarana untuk semua calon jamaah haji,” tutur Tambrin.
Tambrin pun meminta agar calon jamaah yang kemungkinan besar berangkat tahun ini agar menjaga kesehatan, rajin olahraga terutama jalan kaki.
“Karena banyak jalan kaki nantinya di sana,” ujarnya.
Menurut Tambrin, hasil telaah dan referensi Kementerian Agama, kenaikan biaya yang diusulkan Rp69,000,000 dari nilai rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp98.893.909, yakni asumsi nilai manfaat 30 persen.
Hal tersebut sudah proporsional antara biaya yang disetor jemaah sebesar Rp69 juta dan nilai subsidi dari nilai manfaat sekitar Rp29 juta atau kisaran 30 persen tersebut.
“Ini dilakukan agar menjaga keberlangsungan nilai manfaat untuk masa yang akan datang dan menjaga kesinambungan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam mengelola Keuangan Haji,” ujarnya.
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan, rancangan biaya yang diusulkan Menag tampaknya dalam rangka melakukan rasionalisasi keberlangsungan dan kesehatan keuangan.
Sebab, selama ini, subsidi ke BPIH terlalu besar dan cenderung tidak sehat. Adapun subsidi BPIH ditopang dari subsidi yang dananya berasal dari imbal hasil kelolaan keuangan haji.
Di sisi lain, ia beranggapan, baiknya biaya haji adalah konsekuensi yang sulit dihindari, terutama jika pembandingnya dengan menggunakan acuan biaya sebelum pandemi di tahun 2019.
Sebab, ada kebaikan berbagai komponen kebutuhan baik di Indonesia maupun di Arab Saudi, seperti biaya angkutan udara karena harga avtur naik, biaya hotel, pemondokan, transportasi darat, katering, alat kesehatan, obat-obatan dan sebagainya.
“Belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut. Kenaikan biaya haji ini sulit dihindari karena dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan,” ucap dia.
Mustolih Siradj juga menyebut, uang hasil dari kelolaan dana haji dari jemaah tunggu yang mencapai Rp 160 triliun seharusnya menjadi hak dari jemaah haji tunggu (waiting list).
Saat ini, jumlah jemaah haji tunggu mencapai sekitar 5 juta orang, selaku pemilik dana (shohibul maal).
Namun, selama ini, tradisinya justru diberikan untuk mensubsidi jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan sampai 100 persen.
Pada saat yang sama, biaya setoran awal calon jemah haji belum mengalami kenaikan, setidaknya selama dua dekade belakangan. Menurut dia, biaya tersebut masih di angka Rp 25 juta per jemaah.